Raden Mas Bagus Harun berasal dari pondok pesantren Tegalsari
Jetis dalam asuhan Kyai Ageng Tegalsari yang telah melahirkan santri-santri
yang luar biasa antara lain Ronggowarsito dan Bagus Harun. Bagus Harun belajar
dengan tekun dan giat hingga menjadi murid yang disayangi, bahkan diangkat
sebagai anak angkat oleh Kyai Ageng Tegalsari.
Alkisah, Pakubuwono II setelah kalah dari pembererontakan
pacinan meminta tolong kepada Kyai Ageng Besari untuk membantunya, kemudian
Kyai Ageng Tegalsari mengutus Bagus Harun untuk ikut ke Kartasura guna membantu
meredakan konflik. Akhirnya, Bagus Harun berhasil meredam keadaan dan mengembalikan
kejayaan Pakubuwono II. Atas jasa tersebut, sejatinya Bagus Harun hendak diberi
pangkat Adipati di Banten. Namun, Bagus Harun menolak, kemudian memilih untuk
pulang ke pesantren tempat ia belajar guna mengabdi kepada gurunya.
Akhirnya, Pakubuwono II mengijinkan Bagus Harun untuk kembali
kepada gurunya, dengan diberi bekal berupa songsong (payung) dan lampit
(tikar). Perlu diketahui, songsong disini bukanlah payung sebgaimana dijual di
pasar, namun songsong kerajaan sebagai identitas pemerintah yang secara tidak
langsung mengisyaratkan pemberian tanah merdikan, tanah bebas yang boleh
dimiliki oleh Bagus Harun sebagai pemberian dari raja dan tanah tersebut bebas
pajak.
Kemudian, pulanglah Bagus Harun ke Tegalsari. Sampai di
Tegalsari, beliau menghadap Kyai Ageng Tegalsari dan menyampaikan keinginan
hatinya, kemudian Kyai Ageng Hasan Besari menyuruh Bagus Harun untuk meletakkan
payung tersebut ke salah satu grojogan Bang Pluwang, Nglengkong, Sukorejo,
Ponorogo. Kemudian, Bagus Harun diperintah oleh Kyai Ageng Tegalsari untuk
mengelilingi hutan jangan sampai berhenti sebelum menemukan payung tersebut.
Perjalanan R Mas Bagus Harun tanpa terasa sudah berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan tetapi songsong yang dicari belum juga
diketemukan, hal ini oleh beliau dianggap ujian. Bahkan beliau melakukan
pencarian songsong disertai puasa sampai pencarian songsong tersebut memasuki
bulan Ramadhan, saat itu ketika malam hari saat beliau bertafakur dan munajat
kepada Allah, beliau mencium bau harum dan melihat sinar yang terang benderang
setelah diamati maka terlihat sebuah songsong yang berdiri tegak tetapi tinggal
warangkanya. Songsong tersebut diperhatikan dengan seksama ternyta songsong
yang dilihatnya ada tanda H dan setelah diamati ternyata benar bahwa songsong
tersebut adalah miliknya, maka puji syukur diucapkan kepadanya, apalagi saat
songsong tersebut ditemukan bertepatan dengan turunnya Lailatul Qodar yang
merupakan malam yang lebih utama dari seribu bulan (SEWU WULAN).
Songsong yang telah beliau temukan segera dibawa menghadap Ky
Ageng Besari dan Ky Ageng Besari dawuh “Ya ditempat itulah yang ada payungnya
dirikanlah masjid, dan temoat itu berilah nama SEWULAN, sebab saat songsong
tersebut kalian temukan bertepatan dengan turunya Lailatul Qodar”.
Maka setelah tempat dimana masjid berdiri meluas menjadi desa,
desanya dinamakan Desa Sewulan dan sampai sekarang masih ada. Adapun Desa
Sewulan dibagi menjadi 2 (dua) dusun yaitu:
> Dusun Sewulan Kulon terdiri dari 15 RT dan 3 RW
Para pejabat Kepala Desa Sewulan semenjak berdirinya Desa
Sewulan adalah sebagai berikut:
No
|
NAMA
|
MASA JABATAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Harjomun
|
1960 s/d 1968
|
Kades Pertama
|
2
|
Badjuri
|
1968 s/d 1972
|
Kades Kedua
|
3
|
Maulana
|
1972 s/d 1986
|
Kades Ketuga
|
4
|
Moch Syamsuri
|
1986 s/d 1999
|
Kades Keempat
|
5
|
Choirul Umur
|
1999 s/d 2009
|
Kades Kelima
|
6
|
Moh Agus Alim, SH
|
2009 s/d 2015
|
Kades Keenam
|
7
|
H. Sukarno
|
2016 s/d 2021
|
Kades Ketujuh
|